(sebuah kisah nyata, yang ditulis sebagai catatan hidup)
Seperti biasa para Pramuka saat itu bila mengikuti kegiatan perkemahan masing-masing baik Regu Penggalang, maupun Sangga Penegak mempersiapkan perlengkapan termasuk alat dapur sendiri, karena saat itu apabila Pandu sedang berkemah untuk kebutuhan makan diwajibkan untuk memasak sendiri.
Sedangkan petugas memasak di atur bergantian anggota sangga di sebut korve . ini salah satu yang ajarkan Bapak Pandu Dunia Baden Powel . Suatu saat aku mendapat tugas korve malam, antara lain menanak nasi, membikin sayur, dan menggoreng lauk. Perlu saya sampaikan bahwa di Sangga Perintis (sanggaku) kompor yang di pakai adalah kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah (seperti petromax) dengan di sangga empat kaki kecil, saat aku menanak nasi (jawa: adang) kompor bila dipompa kaki penyangga masuk kedalam tanah, sehingga mengganggu pompa, agar proses memasak lancar maka kaki kompor aku beri alas triplex, aman sudah.
Tetapi ternyata gangguan tidak berhenti sampai disitu, saat tekanan angin berkurang aku pompa kompornya goyang dandangpun ikut berjoged agar nasi yang sudah di dandang tidak tumpah, tangan kanan memompa tangan kiri memegang dandang.
Tetapi apa yang terjadi ...... bruuuugg ya Allah ya Robbi tanpa aku sadari dandang terguling dan nasi yang hampir matang tumpah ketanah, untung aku tidak tersiram air panas. Dengan diam-diam nasi yang masih bersih aku kumpulkan, dengan harapan tidak diketahui anggota sangga lainya.
Tidak tahu darimana asalnya tiba-tiba muncul anggota sangga (siapa orangnya aku lupa). Dia memprovokasi saya, kalau orang yang menumpahkan nasi yang sedang ditanak dalam dandang, bisa gila, agar tidak bisa gila, syaratnya harus memutari rumah (tenda) sebanyak tujuh kali dengan telanjang bulat (bugil) kata dia.
Saat itu perasaanku bimbang, antara percaya dan tidak, kalau di laksanakan bagaimana cara mengawali, kalau tidak dilaksanakan jangan-jangan nanti aku jadi gila beneran. Akhirnya aku nekad dari pada pulang nanti guya-guyu dewe (ketawa sendiri) saya putuskan melaksana ritual upacara adat .
Kemudian aku masuk kedalam tenda melepas pakaian selembar demi selembar sampai akhirnya tidak selembarpun benang yang menempel di tubuhku. Bisa di bayangkan tokoh Tarzan dalam film saja masih memakai CD. Lha aku saat itu gak nggawe opo-opo blas lagi pula Danau Beratan Bedugul kalau malam dinginya sampai menusuk tulang.
Urusan lepas melepas selesai, sekarang giliran keluar tenda untuk melaksanakan ritual. Kepala melongok keluar dengan harapan tidak ada orang yang melihat dan pelaksanaan ritual upacara adat berjalan dengan mulus.
Rupanya sudah sepi sebab memang saat itu ada acara api unggun jauh dari lokasi perkemahan, semua melaksanakan kecuali yang korve ikuti api unggun.
Kemudian dengan jalan setengah menunduk aku keluar dari tenda untuk memutari tenda, dengan perasaan geli setengah takut dan tersiksa karena udara dingin, terpaksa aku laksanakan dengan berlari, dan kebetulan tidak ada yang melihat. Kira-kira empat putaran aku nyaris terjatuh pasalnya kaki terantuk tali pasak tenda, kalau aku terjatuh "mendhao nek jekangkangan" (bisa-bisa terjengkang) dalam keadaan telanjang bulat .
Menjelang putaran kelima, aku agak kepayahan, yang membuat payah karena lari sambil me-lompat-lompat menghindari tali pasak tenda. Sekarang santai saja toh hanya tinggal beberapa putaran. Tetapi tidak tahu apa yang terjadi dari jauh ada suara orang berteriak-teriak " Malang upacara adat....!! Malang upacara adat !! melihat Kak Totok Yarmanto lari menghampiri aku membawa obor dengan diikuti beberapa orang, rupanya itu para Penegak dari utusan beberapa daerah ingin menyaksikan ritual acara adat beneran.
Rupanya secara diam-diam si Totok ngerjain aku. Semula aku ingin mengakhiri, tetapi tanggung mengingat putaran kurang sedikit dengan acuh aku tetap berputar, rupanya si Totok rada' kreatif agar suasana makin seru diapun lari mengikuti di belakang aku dengan membawa obor sambil berteriak "Horeeee....!! Malang upacara adaaaaat" karuan saja karena malam teriakanya di didengar seluruh peserta hampir se Indonesia. Bersyukur lokasi camping peserta putri jauh dari situ.
Pelaksanaan selesai aku cepat2 masuk tenda dan segera memakai pakaian, walaupun keringat bercucuran.
Simpulan :
1. Dotrin Tri Satya dan Dasa Darma rupanya sudah aku jiwai sehingga aku menjadi manusia yang pantang tolak tugas apapun.
2. Percaya gak percaya adanya ilmu klenik (gugon tuhon), sehingga mau melakukan perbuatan konyol yang tak berdasar.
3. Ujian atau cobaan kontingan Kwarcab Malang aku yang merima, akhirnya anugerah dari Tuhan untuk kontingen menjadi juara unum.
4. Peritiwa itu terjadi 44 tahun yang lalu masih terkenang sampai kini, itu saya anggap sebagai pembelajar aku pribadi dan sebagai cerita bersejarah bagaimana kakek nenek saat masih aktif jadi Pramuka sejati.